Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO menyatakan, Indonesia memiliki sekitar 500 situs arkeologi bawah air. Adapun penelitian terhadap dokumen VOC ada sekitar 274 situs bawah air.
Penelitian terhadap dokumen Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) selesai dilakukan tahun 2004. Adapun penelitian terhadap dokumen lain dari Belanda, Portugis, China, dan negara lainnya tahun 2005, Indonesia memiliki sekitar 460 situs arkeologi bawah air. Meskipun demikian, survei Panitia Nasional Benda Berharga asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) tahun 2008 baru menemukan tiga situs.
Ratusan kapal sejak abad ke-7 hingga abad ke-19 diduga tenggelam di perairan Indonesia dan barang-barang yang diangkutnya menjadi benda cagar budaya (BCB). Walaupun dibolehkan, pengangkatan BCB itu harus memenuhi kaidah-kaidah arkeologi.
Demikian pokok pikiran yang mengemuka dalam perbincangan secara terpisah dengan peneliti di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Bambang Budi Utomo; mantan Direktur Purbakala Ditjen Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Nunus Supardi; Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Siswanto; serta Direktur Peninggalan Bawah Air Direktorat Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Surya Helmi, Senin (19/4/2010).
Surya Helmi mengatakan, sejauh ini Indonesia belum mempunyai peta persebaran BCB peninggalan bawah air. Yang sudah ada, sejak tiga tahun lalu, perusahaan asal Portugis, Arqueonantas Worldwide, sudah tiga tahun terakhir melakukan survei arkeologis bawah laut, dengan sampel kawasan di perairan Bangka Belitung. ”Kalau penelitian tuntas, Indonesia akan punya peta persebaran BCB bawah laut,” ujar Helmi.
Nunus Supardi mengatakan, Indonesia merupakan jalur pelayaran yang ramai sejak abad ke-7. Pelayaran waktu itu menggunakan teknologi dan peralatan yang sederhana sehingga sering terjadi kecelakaan kapal.
Beberapa titik yang diduga banyak kapal tenggelam, kata Nunus, antara lain di Karang Keliputan dan Pulau Buaya (Riau), Kepulauan Seribu (Jakarta), Batu Hitam (Belitung), perairan Cirebon (Jawa Barat), Kalimantan Barat, dan tempat lainnya.
Sesuai dengan prosedur
Surya Helmi mengatakan, pengangkatan BCB di perairan Cirebon yang akan dilelang, 5 Mei mendatang, sudah dilakukan dengan kaidah-kaidah arkeologi.
Bambang Budi Utomo mengatakan, benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam bukan harta karun, melainkan benda cagar budaya yang harus dilindungi.
Siswanto menambahkan, potensi bawah laut Indonesia digali orang asing karena di Indonesia ahli penelitian arkeologi bawah laut masih sedikit.
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, yang juga Ketua Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga asal Muatan Kapal Tenggelam, mengatakan, rencana pelelangan barang-barang asal muatan kapal tenggelam di perairan Cirebon sudah sesuai dengan prosedur.
”Kalau BMKT dibiarkan tetap di bawah laut, masyarakat tidak akan mengetahui dan melihat benda bernilai sejarah tinggi itu. Penempatan di bawah laut juga tidak akan membawa manfaat bagi negara,” ujarnya. Fadel menegaskan, proses perizinan dan lelang BMKT sudah sesuai dengan prosedur.
sumber : www.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar